kulas.id/ – Ketua Yayasan Supremasi Keadilan Aceh (SaKA) Miswar, mempertanyakan Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Barat Daya (Abdya) belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi studi banding Tuha Peut ke Sumatera Barat (Sumbar).
Menurut Miswar, dalam kasus dugaan korupsi studi banding Tuha Peut yang menelan anggaran Rp1,5 miliar itu sudah ditingkatkan ke penyidikan. Bahkan, Kejari juga telah menemukan dua alat bukti dalam kasus tersebut, namun hingga saat ini belum ada tersangka yang ditetapkan.
“Tentu kita mempertanyakan, kenapa kasus studi banding Tuha Peut ke Padang belum ditetapkan tersangka, padahal alat bukti sudah ada,” ucap Miswar, di Blangpidie, Selasa (16/9).
Menurut Miswar, masyarakat Aceh Barat Daya harus mengawal kasus dugaan korupsi studi banding Tuha Peut ke Padang. Sebab, dirinya mendapatkan informasi ada pihak lain yang ikut cawe-cawe dalam penanganan dugaan korupsi tersebut.
“Masyarakat punya hak untuk mengawal dan mengomentari proses hukum yang sedang berlangsung. Apalagi ada pihak lain yang ikut cawe-cawe dalam kasus itu, jangan sampai karena ada pihak yang ikut campur sehingga kasus itu mandek di Kejaksaan,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Barat Daya (Abdya) telah meningkatkan kasus studi banding Tuha Peut ke Padang, Sumatera Barat (Sumbar) pada 2024 lalu dari penyelidikan menjadi penyidikan sejak 2 Juli 2025.
Kepala Kejari Abdya, Bima Yudha Asmara, menjelaskan dari 152 desa di Abdya, sebanyak 147 desa mengikut sertakan Tuha Peutnya untuk studi banding yang menelan anggaran Rp10 juta per desa. Namun, penggunaan anggaran itu diduga tidak sesuai ketentuan.
“Sebelum dilakukan Penyidikan telah dilakukan Penyelidikan secara intensif sejak empat bulan lalu, dan saat ini di Penyidikan sebanyak 24 saksi telah diperiksa,” ungkap Bima, Minggu (6/7).
Kejaksaan juga telah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh untuk menghitung potensi kerugian negara akibat dugaan penyalahgunaan dana desa tersebut.
“Penyidik juga telah menemukan dua alat bukti, dan tinggal menunggu hasil audit resmi dari BPKP Aceh untuk penetapan tersangka,” ujarnya.
Sedangkan motif sementara, penggunaan dana desa yang tidak sesuai dengan asas manfaat dan efisiensi. Pemborosan anggaran melalui kegiatan studi banding serta dugaan gratifikasi terselubung yang melibatkan pihak ketiga secara berulang