kulas.id/ – Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Barat Daya (Abdya) terus melakukan penyidikan dalam kasus dugaan korupsi studi banding Tuha Peut ke Sumatera Barat yang menelan anggaran Rp1,5 miliar.
Kepala Kejari Abdya, Bima Yudha Asmara mengatakan, dalam dugaan tindak pidana korupsi Tuha Peut ke Padang, pihaknya telah memeriksa 43 orang saksi, termasuk mantan bupati, camat, tuha peut, hingga DPMP4.
“Saksi yang sudah diperiksa dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Penyalahgunaan Dana Desa untuk Pelaksanaan Studi Banding Tuha Peut se-Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2024 di Sumatera Barat berjumlah 43 orang, Keuchik, Camat, Tuha Peut, DPMP4, Pihak Penyelenggara, mantan Bupati dan mantan Sekda,” kata Bima, kepada wartawan, Rabu (17/9).
Menurut Bima, penanganan perkara studi banding Tuha Peut ke Padang hingga kini penyidikannya masih berjalan, saat ini sedang dalam proses penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP Perwakilan Aceh yang telah dimintakan Penyidik beberapa bulan yang lalu.
“Penyidik berkomitmen untuk menyelesaikan penanganan perkara ini sesuai dengan ketentuan. Penyidik tidak ada kepentingan apapun dalam penanganan perkara ini,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Barat Daya (Abdya) telah meningkatkan kasus studi banding Tuha Peut ke Padang, Sumatera Barat (Sumbar) pada 2024 lalu dari penyelidikan menjadi penyidikan sejak 2 Juli 2025.
Kepala Kejari Abdya, Bima Yudha Asmara, menjelaskan dari 152 desa di Abdya, sebanyak 147 desa mengikut sertakan Tuha Peutnya untuk studi banding yang menelan anggaran Rp10 juta per desa. Namun, penggunaan anggaran itu diduga tidak sesuai ketentuan.
“Sebelum dilakukan Penyidikan telah dilakukan Penyelidikan secara intensif sejak empat bulan lalu, dan saat ini di Penyidikan sebanyak 24 saksi telah diperiksa,” ungkap Bima, Minggu (6/7).
Kejaksaan juga telah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh untuk menghitung potensi kerugian negara akibat dugaan penyalahgunaan dana desa tersebut.
“Penyidik juga telah menemukan dua alat bukti, dan tinggal menunggu hasil audit resmi dari BPKP Aceh untuk penetapan tersangka,” ujarnya.
Sedangkan motif sementara, penggunaan dana desa yang tidak sesuai dengan asas manfaat dan efisiensi. Pemborosan anggaran melalui kegiatan studi banding serta dugaan gratifikasi terselubung yang melibatkan pihak ketiga secara berulang